Jumat, 19 Agustus 2011

EPIDEMIOLOGI (PENYAKIT) KORUPSI

Suatu wacana pemikiran
(sebagai bahan diskusi)

Akhir-akhir ini di semua media,baik media massa maupun elektronik menyoroti permasalahan korupsi. Secara epidemilogis korupsi dapat dikatakan sebagai penyakit yang endemis yang dapat diartikan selalu ada sepanjang tahun walaupun jumlah tidak pasti. Mudah-mudahan Korupsi tidak merupakan “bagaikan fenomena gunung es (Ice berg) hanya sedikit yang tampak dipermukaan, padahal sesungguhnya penyakitnya cukup banyak”. Sedang bagi ahli sosial korupsi dikatakan suatu budaya. Sebelum membahas lebih lanjut tentang epidemilogi korupsi terlebih dahulu dilihat definisi dari kedua kata tersebut.

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Epi yang berarti pada, Demos yang berarti penduduk dan Logos yang berarti ilmu. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Dalam pengertian saat ini epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi, distribusi serta masalah-masalah kesehatan yang menimpa pada sekelompok penduduk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Korupsi menurut M. Syamsa Ardisasmita (Deputi Bidang Informasi dan Data, Komisi Pemberantasan Korupsi):  “ Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan Negara, 2. Suap-menyuap, 3. Penggelapan dalam jabatan,4. Pemerasan, 5. Perbuatan curang,6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, 7. Gratifikasi “
Secara epidemiologis korupsi dipengaruhi oleh tiga variable utama yaitu Tempat, Waktu dan Orang.
Untuk menjelaskan factor tempat, waktu dan orang ini kami berdasarkan informasi dari berbagai media cetak maupun elektronik yang selama ini telah memberitakannya.

a.   Tempat
Faktor tempat menunjukkan dimana terjadinya masalah korupsi tersebut. Korupsi sering terjadi  di lingkungan birokrasi pemerintahan, 
 - ditingkat pemerintah pusat (kementerian, UPT,dsb), 
 - pemerintah daerah Provinsi (dinas, dsb), 
 - pemerintah Kabupaten/Kota (dinas, dsb) atau bahkan 
 - ditingkat kecamatan dan kelurahan. 
 - Juga terjadi di badan-badan umum milik Negara (BUMN). Secara garis besar terjadi pada tempat-tempat yang mengelola keuangan / aggaran Negara.

b.  Waktu
Waktu menunjukkan kapan pada umumnya korupsi tersebut terjadi. Secara umum korupsi terjadi sepanjang tahun. Secara spesifik terjadi pada saat :
 - turunnya anggaran, 
 -saat pelaksanaan tender, 
 -pada saat pelaksanaan kegiatan dan pada akhir kegiatan

c.   Orang
Factor orang menunjukkan siapa dan karena apa melakukan korupsi. Berdasarkan informasi baik di media cetak dan elektronik menyebutkan bahwa Korupsi ini telah dilakukan oleh kalangan birokrasi dari eselon tertinggi sampai eselon terendah, dan para pengelola anggaran Negara (pejabat perencana,pejabat pelaksana, pejabat pembuat komitmen, pejabat pengadaan barang dan jasa, pejabat penilai/pengawas,dll). Jenis/tingkat jabatan dan masa jabatan juga dapat mempengaruhi kejadian korupsi.Bahkan ada juga pejabat dari legislatif (DPR, DPRD) dan yudikatif (hakim, jaksa).

Korupsi dapat dikaterigorikan sebagai suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat, dan bahkan sebagai penyakit yang endemis, maka perlu upaya pencegahan dan pengendalian. Untuk melakukan pencegahan dan pengendalian perlu diidentifikasi secara lebih detail tentang factor-faktor yang mempengaruhinya yaitu melalui pendekatan epidemiologi dengan variabel Tempat, Waktu, Orang . Pada simpul – simpul kritis tersebut dilakukan surveilans (pengamatan terus menerus), sehingga korupsi dapat dicegah.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar