Usaha
kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan pemerintah Belanda semula hanya
menitik beratkan pada usaha kesehatan kuratif
yang dikelola oleh suatu badan yang
disebut Burgelyke Geneeskundike Dienst. Sekitar
tahun 1920 Pemerintah Belanda yang berkuasa pada saat itu sudah mulai merasakan
dan menyadari bahwa usaha kesehatan yang hanya berorientasi pada tindakan kuratif
tidak akan berhasil dengan baik jika tidak disertai dengan usaha kesehatan
preventif seperti pemberantasan penyakit menular dan melindungi orang yang
sehat. Sehingga pada tahun itu juga mulai diadakan suatu kursus Controleur Volksgezonheid dengan tujuan menghasilkan tenaga yang akan
bertugas sebagai Hulp Hygieneisten di Jawatan Kesehatan Kota dengan tugas
pengawasan terhadap perusahaan. Pada tahun 1924 kursus ini ditutup dengan
alasan kemampuan dana yang tidak mengizinkan.
Pada tahun 1949 mengingat kebutuhan
tenaga yang serupa dan atas desakan bagian malaria Departement Van Gezonheid
(sebagai pengganti Burgelyke
Geneeskundike Dienst). Pemerintah RI membuka kembali Controleur
Volksgezonheid darurat yang berlangsung 1 (satu) tahun dan berhasil mencetak
4 (empat) orang tenaga kontrolir kesehatan dan semua tenaga ini bekerja di
program pemberantasan penyakit malaria
Dari kedua gelombang lulusan kursus
tersebut dapat diambil gambaran bahwa tugas kontrolir kesehatan pada saat itu
ditujukan pada bidang;
1). Pengawasan perusahaan yang meliputi
kesehatan lingkungan fisik perusahaan dan kesehatan buruhnya.
2). Pemberantasan penyakit menular dalam hal
ini penyakit malaria yang dianggap sebagai penyakit rakyat yang banyak
menimbulkan kerugian terhadap kesehatan rakyat.
Pemerintah Indonesia semakin lama semakin
menyadari bahwa “Pencegahan tidak hanya lebih baik tetapi juga lebih murah”
maka sebagai realisasi dari pandangan tersebut di atas pada tanggal 1 Juli 1952 di Jakarta secara
resmi dibuka Sekolah Kontrolir Kesehatan yang menerima siswa lulusan SMA bagian B
dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun. Tahun 1953 disusunlah tugas kontrolir
kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten yaitu sebagai berikut;
·
Pemeliharaan kesehatan lingkungan
·
Pemberantasan penyakit epidemic dan endemic
·
Statistik
·
Pendidikan kepada masyarakat
Saat dimulai pendidikan, tercatat para
pendiri dan pengajar pada Sekolah Kontrolir Kesehatan Jakarta adalah para ahli
dalam bidang kesehatan masyarakat di zaman tersebut antara lain adalah; Prof Dr Sumedi, Prof Dr Abdulrahman, Prof
Dr. Muchtar, Prof Dr. Poerwosoedarmo, dan Prof Ir Martonegoro.
Perkembangan program pendidikan nasional
menyebabkan sekolah ini berganti nama menjadi Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK)
hal ini terjadi pada bulan September 1954. Sesuai dengan Keputusan Biro
Koordinasi Perguruan Tinggi Departemen PPK bagian D nomor 66835/DKPT/D ijazah
AKK mempunyai taraf yang setingkat dengan ijazah Baccaulerete perguruan tinggi
lainnya.
Tahun
1956 lembaga pendidikan ini ditutup untuk diadakan penilaian. Saat itu jumlah
lulusan 2(dua) angkatan adalah 84 (delapan puluh empat) orang. Penutupan
sementara pendidikan ini karena;
·
Tiadanya kemampuan daerah untuk membiayai
tenaga ini bila ditempatkan di daerah daerah.
·
Daerah
masih belum mengetahui tentang kegunaan tenaga tersebut
Setelah
mengalami pembekuan selama 1 (satu) tahun maka dengan Surat keputusan Menkes
Nomor 3/um/Pend tanggal 2 januari 1957 terhitung mulai 1 Oktober 1957 lembaga
pendidikan ini dibuka kembali dan sekaligus ditetapkan menjadi pendidikan yang
setara dengan Akademi. Kurikulum disempurnakan, jumlah jam ditambah sehingga
akan memberikan kesempatan pada lulusannya untuk dapat mengelola usaha
kesehatan preventive secara luas, dalam pengertian mereka dapat diberi
tugasdibidang
·
Administrasi
secara luas termasuk perencanaan
·
Pendidikan
Kesehatan masyarakat
·
Teknik pemberantasan penyakit menular dan
pencegahannya
·
Usaha usaha kesehatan lingkungan
Perubahan nama
institusi terjadi tahun 1962. Akademi Kontrolir Kesehatan berubah menjadi
Akademi Penilik Kesehatan. Alasan penggantian nama adalah karena istilah
kontrolir sudah tidak sesuai lagi dengan pangkat kepegawaian yang disandang
para alumni.
Pada
tahun 1975 APK berubah nama dengan menambah kata-kata Teknologi Sanitasi
sehingga namanya menjadi APK-TS. Hal ini untuk menegaskan
bahwa lulusan APK yang dulu bersifat multi purpose telah menjurus kepada
profesi tertentu.
Dengan kebijaksanaan Menteri Penertiban
Aparatur Negara, bahwa semua institusi harus mendapat pengesahan sebagai
lembaga Negara, maka pada rahun 1992 dengan Surat Keputusan Menkes Nomor:
14/Menkes/SK/I/1992 tentang pembentukan 27 Pendidikan Ahli Madya dilingkungan
Depkes, APK-TS menjadi Pendidikan Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan
atau disingkat PAM-SKL.
Perubahan terjadi lagi pada tahun 1993.
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
535/Menkes/SK/VII/1993 tanggal 10 Juli 1993 tentang Organisasi dan Tatakerja
Akademi Kesehatan Lingkungan PAM-SKL berubah nama menjadi Akademi Kesehatan
Lingkungan atau AKL.
Tahun 2001 dengan SK Menkes-Kesos
No.298/Menkes-Kesos/SK/IV/2001 melebur menjadi POLITEKNIK KESEHATAN dan Akademi
Kesehatan Lingkungan menjadi salah satu jurusan dalam Politeknik Kesehatan
Jakarta II yaitu menjadi JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN.
Sumber : Pola Dikjut tenaga kesehatan lingkungan/sanitarian