Kamis, 15 September 2011

1. Sejarah institusi pendidikan tenaga kesehatan lingkungan


Usaha kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan pemerintah Belanda semula hanya menitik beratkan pada usaha kesehatan kuratif  yang dikelola oleh suatu badan yang disebut Burgelyke Geneeskundike Dienst. Sekitar tahun 1920 Pemerintah Belanda yang berkuasa pada saat itu sudah mulai merasakan dan menyadari bahwa usaha kesehatan yang hanya berorientasi pada tindakan kuratif tidak akan berhasil dengan baik jika tidak disertai dengan usaha kesehatan preventif seperti pemberantasan penyakit menular dan melindungi orang yang sehat. Sehingga pada tahun itu juga mulai diadakan suatu kursus Controleur Volksgezonheid  dengan tujuan menghasilkan tenaga yang akan bertugas sebagai Hulp Hygieneisten  di Jawatan Kesehatan Kota dengan tugas pengawasan terhadap perusahaan. Pada tahun 1924 kursus ini ditutup dengan alasan kemampuan dana yang tidak mengizinkan.
            Pada tahun 1949 mengingat kebutuhan tenaga yang serupa dan atas desakan bagian malaria Departement Van Gezonheid (sebagai pengganti Burgelyke Geneeskundike Dienst). Pemerintah RI membuka kembali  Controleur Volksgezonheid darurat yang berlangsung 1 (satu) tahun dan berhasil mencetak 4 (empat) orang tenaga kontrolir kesehatan dan semua tenaga ini bekerja di program pemberantasan penyakit malaria
            Dari kedua gelombang lulusan kursus tersebut dapat diambil gambaran bahwa tugas kontrolir kesehatan pada saat itu ditujukan pada bidang;
1). Pengawasan perusahaan yang meliputi kesehatan lingkungan fisik perusahaan dan kesehatan buruhnya.
2). Pemberantasan penyakit menular dalam hal ini penyakit malaria yang dianggap sebagai penyakit rakyat yang banyak menimbulkan kerugian terhadap kesehatan rakyat.
Pemerintah Indonesia semakin lama semakin menyadari bahwa “Pencegahan tidak hanya lebih baik tetapi juga lebih murah” maka sebagai realisasi dari pandangan tersebut di atas  pada tanggal 1 Juli 1952 di Jakarta secara resmi dibuka Sekolah Kontrolir Kesehatan  yang menerima siswa lulusan SMA bagian B dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun. Tahun 1953 disusunlah tugas kontrolir kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten yaitu sebagai berikut;
·         Pemeliharaan kesehatan lingkungan
·         Pemberantasan penyakit epidemic dan endemic
·         Statistik
·         Pendidikan kepada masyarakat
Saat dimulai pendidikan, tercatat para pendiri dan pengajar pada Sekolah Kontrolir Kesehatan Jakarta adalah para ahli dalam bidang kesehatan masyarakat di zaman tersebut antara lain adalah; Prof Dr Sumedi, Prof Dr Abdulrahman, Prof Dr. Muchtar, Prof Dr. Poerwosoedarmo, dan Prof Ir Martonegoro.
  Perkembangan program pendidikan nasional menyebabkan sekolah ini berganti nama menjadi Akademi Kontrolir Kesehatan (AKK) hal ini terjadi pada bulan September 1954. Sesuai dengan Keputusan Biro Koordinasi Perguruan Tinggi Departemen PPK bagian D nomor 66835/DKPT/D ijazah AKK mempunyai taraf yang setingkat dengan ijazah Baccaulerete perguruan tinggi lainnya.
Tahun 1956 lembaga pendidikan ini ditutup untuk diadakan penilaian. Saat itu jumlah lulusan 2(dua) angkatan adalah 84 (delapan puluh empat) orang. Penutupan sementara pendidikan ini karena;
·         Tiadanya kemampuan daerah untuk membiayai tenaga ini bila ditempatkan di daerah daerah.
·         Daerah masih belum mengetahui tentang kegunaan tenaga tersebut
Setelah mengalami pembekuan selama 1 (satu) tahun maka dengan Surat keputusan Menkes Nomor 3/um/Pend tanggal 2 januari 1957 terhitung mulai 1 Oktober 1957 lembaga pendidikan ini dibuka kembali dan sekaligus ditetapkan menjadi pendidikan yang setara dengan Akademi. Kurikulum disempurnakan, jumlah jam ditambah sehingga akan memberikan kesempatan pada lulusannya untuk dapat mengelola usaha kesehatan preventive secara luas, dalam pengertian mereka dapat diberi tugasdibidang
·         Administrasi secara luas termasuk perencanaan
·         Pendidikan Kesehatan masyarakat
·         Teknik pemberantasan penyakit menular dan pencegahannya
·         Usaha usaha kesehatan lingkungan
Perubahan nama institusi terjadi tahun 1962. Akademi Kontrolir Kesehatan berubah menjadi Akademi Penilik Kesehatan. Alasan penggantian nama adalah karena istilah kontrolir sudah tidak sesuai lagi dengan pangkat kepegawaian yang disandang para alumni.
      Pada tahun 1975 APK berubah nama dengan menambah kata-kata Teknologi Sanitasi sehingga namanya menjadi APK-TS. Hal ini untuk menegaskan bahwa lulusan APK yang dulu bersifat multi purpose telah menjurus kepada profesi tertentu.
      Dengan kebijaksanaan Menteri Penertiban Aparatur Negara, bahwa semua institusi harus mendapat pengesahan sebagai lembaga Negara, maka pada rahun 1992 dengan Surat Keputusan Menkes Nomor: 14/Menkes/SK/I/1992 tentang pembentukan 27 Pendidikan Ahli Madya dilingkungan Depkes, APK-TS menjadi Pendidikan Ahli Madya Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan atau disingkat PAM-SKL.
      Perubahan terjadi lagi pada tahun 1993. dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 535/Menkes/SK/VII/1993 tanggal 10 Juli 1993 tentang Organisasi dan Tatakerja Akademi Kesehatan Lingkungan PAM-SKL berubah nama menjadi Akademi Kesehatan Lingkungan atau AKL.
      Tahun 2001 dengan SK Menkes-Kesos No.298/Menkes-Kesos/SK/IV/2001 melebur menjadi POLITEKNIK KESEHATAN dan Akademi Kesehatan Lingkungan menjadi salah satu jurusan dalam Politeknik Kesehatan Jakarta II yaitu menjadi JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN.

Sumber : Pola Dikjut tenaga kesehatan lingkungan/sanitarian

Rabu, 07 September 2011

Silabus Epidemiologi Kesehatan B ,Semester III tHN 2011/2012, POLTEKKES JAKARTA II

SESI                     Pokok Bahasan
1                   Pengantar
2                   Epidemiologi Deskriptif
3                   Epidemiologi Analitik I
4                   Epidemiologi Analitik II
5                   Epidemiologi Penyakit Kronis dan Faktor Risiko
6                  Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
7                  Pencegahan dan Promosi Kesehatan
8                  UTS
9                 Standarisasi
10               Screening Test
11               Surveilans Epidemiologi
12               Investigasi Epidemiologi
13              Strategi Epidemiologi
14              Kausalitas Dalam Epidemiologi
15              Risiko dalam Assosiai
16              UAS

Jumat, 19 Agustus 2011

Ukuran epidemiologi Ratio dan Proporsi :


Ratio .
 Ratio adalah jumlah suatu kejadian dibandingkan dengan kejadian lain
                                      X
  Rumus ratio = --------------  X K
               Ÿ                 Y
X = jmlah kejadian dengan karakteristik ttt
Y = Jml kejadian dgn karakteristik yg lain
K = 1
lBiasanya kejadian-kejadian yang dibandingkan mempunyai periode waktu yang sama.
lY bukan sebagai populasi yang berisiko, seperti pada incidence rate, attack rate dan 
   mortality rate, dan X bukan merupakan bagian dari populasi (Y)
lSalah satu harga X atau Y harus menjadi bernilai 1 (satu)

Soal :
lPada suatu kelompok masyarakat terdapat 40 laki-laki menderita penyakit 
   cikungunya, dan  wanita yang menderita cikungunya sebanyak 20 orang
lBerapa ratio penderita cikungunya laki-laki-dibandingkan penderita wanita ?


Proporsi
          Proporsi adalah presentase (proporsi) jumlah sebagian kejadian diantara jumlah keseluruhan kejadian
     Ÿ                        X
Rumus Proporsi = --------------  X  K 
     Ÿ                        Y
lX = jml sebagaian kejadian dari keseluruhan kejadian sesuai dgn karakteristik ttt
lY = jml seluruh kejadian
lK = 100 %

Soal :
lPada KLB penyakit Diare disuatu wilayah ditemukan  jumlah kasus 100 orang. 47 
   orang diantaranya adalah wanita dan sisanya  laki-laki.

lBerapa proporsi penderita wanita dan laki-laki ?

Desain Epidemiologi

Desain epidemiologi terdiri dari :
1. Deskriptif
2. Analitik

1. Deskriptif
     a. Laporan kasus dan studi kasus
     b. Studi Korelasi
            1) Analisa seri waktu
            2) Korelasi ekologis
     c. Studi penampang (crossectional)

2. Analitik
    a. Studi Observasional
        1) Studi Kasus Kontrol
        2) Studi Kohort
             a) Studi kohort prospektif
             b) Studi kohort retrospektif
   b. Studi Intervensi
       1) Sebelum dan sesudah intervensi
       2) Trial Klinik
      3) Trial Komunitas

EPIDEMIOLOGI (PENYAKIT) KORUPSI

Suatu wacana pemikiran
(sebagai bahan diskusi)

Akhir-akhir ini di semua media,baik media massa maupun elektronik menyoroti permasalahan korupsi. Secara epidemilogis korupsi dapat dikatakan sebagai penyakit yang endemis yang dapat diartikan selalu ada sepanjang tahun walaupun jumlah tidak pasti. Mudah-mudahan Korupsi tidak merupakan “bagaikan fenomena gunung es (Ice berg) hanya sedikit yang tampak dipermukaan, padahal sesungguhnya penyakitnya cukup banyak”. Sedang bagi ahli sosial korupsi dikatakan suatu budaya. Sebelum membahas lebih lanjut tentang epidemilogi korupsi terlebih dahulu dilihat definisi dari kedua kata tersebut.

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Epi yang berarti pada, Demos yang berarti penduduk dan Logos yang berarti ilmu. Jadi Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Dalam pengertian saat ini epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang frekuensi, distribusi serta masalah-masalah kesehatan yang menimpa pada sekelompok penduduk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Korupsi menurut M. Syamsa Ardisasmita (Deputi Bidang Informasi dan Data, Komisi Pemberantasan Korupsi):  “ Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan Negara, 2. Suap-menyuap, 3. Penggelapan dalam jabatan,4. Pemerasan, 5. Perbuatan curang,6. Benturan kepentingan dalam pengadaan, 7. Gratifikasi “
Secara epidemiologis korupsi dipengaruhi oleh tiga variable utama yaitu Tempat, Waktu dan Orang.
Untuk menjelaskan factor tempat, waktu dan orang ini kami berdasarkan informasi dari berbagai media cetak maupun elektronik yang selama ini telah memberitakannya.

a.   Tempat
Faktor tempat menunjukkan dimana terjadinya masalah korupsi tersebut. Korupsi sering terjadi  di lingkungan birokrasi pemerintahan, 
 - ditingkat pemerintah pusat (kementerian, UPT,dsb), 
 - pemerintah daerah Provinsi (dinas, dsb), 
 - pemerintah Kabupaten/Kota (dinas, dsb) atau bahkan 
 - ditingkat kecamatan dan kelurahan. 
 - Juga terjadi di badan-badan umum milik Negara (BUMN). Secara garis besar terjadi pada tempat-tempat yang mengelola keuangan / aggaran Negara.

b.  Waktu
Waktu menunjukkan kapan pada umumnya korupsi tersebut terjadi. Secara umum korupsi terjadi sepanjang tahun. Secara spesifik terjadi pada saat :
 - turunnya anggaran, 
 -saat pelaksanaan tender, 
 -pada saat pelaksanaan kegiatan dan pada akhir kegiatan

c.   Orang
Factor orang menunjukkan siapa dan karena apa melakukan korupsi. Berdasarkan informasi baik di media cetak dan elektronik menyebutkan bahwa Korupsi ini telah dilakukan oleh kalangan birokrasi dari eselon tertinggi sampai eselon terendah, dan para pengelola anggaran Negara (pejabat perencana,pejabat pelaksana, pejabat pembuat komitmen, pejabat pengadaan barang dan jasa, pejabat penilai/pengawas,dll). Jenis/tingkat jabatan dan masa jabatan juga dapat mempengaruhi kejadian korupsi.Bahkan ada juga pejabat dari legislatif (DPR, DPRD) dan yudikatif (hakim, jaksa).

Korupsi dapat dikaterigorikan sebagai suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat, dan bahkan sebagai penyakit yang endemis, maka perlu upaya pencegahan dan pengendalian. Untuk melakukan pencegahan dan pengendalian perlu diidentifikasi secara lebih detail tentang factor-faktor yang mempengaruhinya yaitu melalui pendekatan epidemiologi dengan variabel Tempat, Waktu, Orang . Pada simpul – simpul kritis tersebut dilakukan surveilans (pengamatan terus menerus), sehingga korupsi dapat dicegah.   

Rabu, 17 Agustus 2011

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHBUNGAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE BALITA

 RINGKASAN
Pungki

Pemukiman merupakan bagian dari lingkungan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan yang bisa mendukung kelangsungan hidup masyarakat. Menciptakan lingkungan pemukiman yang bersih dan sehat diperlukan faktor-faktor yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang harus menapatkan perhatian khusus agar tidak menjadi penyebab timbulnya berbagai macam penyakit seperti Diare. Faktor lingkungan seperti penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja, tempat pembuangan sampah dan tempat pengolahan makanan bisa menjadi faktor yang mengakibatkan penyakit diare. Selain itu karakteristik ibu yang meliputi umur,pendidikan dan pengetahuan serta perilaku ibu yang meliputi pengetahuan,sikap dan tindakan juga mempengaruhi penyebaran penyakit diare.

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tentang faktor lingkungan, karakteristik dan perilaku ibu yang berhubungan dengan penyakit diare pada balita di pemukiman RT 010 RW 02 Kelurahan Cipinang Cempedak Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain Cross Sectional Study yaitu study observasional yang menggambarkan tentang faktor lingkungan karakteristik dan perilaku ibu yang berhubungan dengan penyakit diare pada balita di pemukiman RT 010 RW 02 kel. Cipinang Cempedak Kec.Jatinegara Jakarta Timur. Ruang lingkup penelitian ini meliputi variable terikat dan variable bebas. Variable terikat yaitu penyakit diare. Variable bebas teriri dari faktor lingkungan,karakteristik dan perilaku ibu. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita yaitu sebanyak 47 ibu, sedangkan sampel penelitian adalah total populasi.

Dari hasil penelitian univariat diketahui bahwa, dari 47 balita ternyata yang menderita diare 25 balita. Penyediaan air bersih 68 % tidak memenuhi syarat, tempat pembuangan tinja 85,1% tidak memenuhi syarat, tempat pembuangan sampah 80,8% tidak memenuhi syarat, tempat pengolahan makanan 80,8% tidak memenuhi syarat. Umur ibu muda 63,8%, pendidikan tinggi 59,6 %, pendapatan rendah 74,5%. Pengetahuan baik 59,6%, tidak setuju 51,1%, tindakan baik 57,4%. Sedangkan hasil bivariat yang berhubungan dengan penyakit diare pada balita adalah penyediaan air bersih (p value 0,00), tempat pembuangan tinja (p value 0,05), tempat pembuangan sampah (p value 0,01), tempat pengolahan makanan (p value 0,05), umur ibu (p value 0,03), pendapatan ibu (p value 0,01), dan tindakan ibu (p value 0,05). Sedangkan hasil yang tidak berhubungan adalah pendidikan ibu (p value 0,07), pengetahuan ibu (p value 0,07) dan sikap ibu (p value 0,06).

Kesimpulan yang diperoleh penulis setelah melakukan penelitian adalah dari faktor lingkungan, karakteristik dan perilaku ibu yang berkaitan dengan penyakit diare adalah faktor lingkungan dilihat dari kondisi penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat, tempat pembuangan tinja yang masih terlihat kotor dan system pembuangan tidak lancar, tempat pembuangan sampah yang hanya dilapisi kantung plastik, tempat pengolahan makanan yang masih terlihat kotor dan sangat kurang pencahayaan. Perilaku warga yang kurang memperhatikan kesehatan dan kebersihan lingkungan menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare.



Kepustakaan                        : 18 ( 1990 – 2011)
Klasifikasi                  : Standar Penanggulangan Penyakit Diare : 7
                                      PAB              : 1
                                      Statistik        : 2
                                      Umum          : 7

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MIMBA

RINGKASAN
 Isti Rizky  

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan merupakan salah satu penyakit menular yang ada di Indonesia.  Penyakit DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor yaitu nyamuk, khususnya nyamuk Aedes aegypti. Untuk mengurangi terjadinya KLB perlu dilakukan pencegahan serta pengedalian vektor. Salah satu upaya pencegahan yaitu dengan cara pemberantasan sarang nyamuk serta membunuh larva dengan larvasida. Dengan menggunakan insektisida alami yang efektif daya bunuhnya, cepat dan mudah terdegradasi serta mempunyai dampak yang kecil terhadap lingkungan.
Tanaman mimba (Azadirachta indica) merupakan tanaman obat yang memiliki berbagai macam kegunaan. Salah satu kegunaannya sebagai biopestisida (larvasida). Daya larvasida daun mimba berasal dari kandungan aktifnya yang disebut azadirachtin dan salannin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun mimba sebagai larvasida terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti. Jenis penelitian ini adalah eksperiment dengan rancangan post-test only control group design, dimana subyek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, penelitian ini menggunaknan 5 konsentrasi ekstrak daun mimba. Konsentrasi yang digunakan yaitu 1,8%, 2,2%, 2,6%, 3,1% dan 3,7%.
Masing – masing kelompok berisi 25 larva nyamuk Aedes aegypti instar III. Media yang digunakan adalah beaker glass 600 ml, volume air yang digunakan pada masing – masing beaker adalah 250 ml. waktu kontak untuk penelitian selama 24 jam dengan dilakukan replikasi 5 kali pengulangan.
Selama penelitian suhu air untuk perindukan larva sebesar 28˚C, sedangkan pH air untuk perindukan yaitu 7,5. Hasil penelitian selama 24 jam dengan replikasi 5 kali pengulangan mendapatkan rata – rata persentase kematian larva adalah konsentrasi 1,8% rata – rata kematian larva sebesar 24,8%, konsentrasi 2,2% rata – rata kematian larva sebesar 41,6%, konsentrasi 2,6% rata – rata kematian larva sebesar 54,4%, konsentrasi 3,1% rata – rata kematian larva sebesar 66,4% dan konsentrasi 3,7% rata – rata kematian larva sebesar 80%. Sedangkan kontrol rata – rata kematian larva sebesar 2,4%. Berdasrakan hasil uji ANOVA p (value) < 0,05 sehingga ada perbedaan yang bermakna antara variasi konsentrasi ekstrak daun mimba terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegyti. Dari hasil uji Benferroni menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar konsentrasi ekstrak daun mimba. Hasil probit didapatka nilai LC50 pada konsentrasi 2,549%.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstak daun mimba (Azadirachta indica) efektif sebagai larvasida terhadap kematian larva nyamuk Aedes aegypti dengan nilai LC50 pada konsentrasi 2,549 %.

Kepustakaan            : 13 (1990 – 2011)
Klasifikasi      : Vektor           2
                          Insektisida   5
                          Umum          3
                          Website      2

Selasa, 16 Agustus 2011

URAIAN TUGAS SANITASI SURVEILANS

Beberapa hal di bawah ini adalah berdasarkan pengalaman penulis, dan yang disampaikan disini baru sebagian kecil saja.
1.     
 1.        Pada saat tiba di Jedah 
B           Bersama dengan petugas PPIH yang lain mempersiapkan diri untuk umroh, kegiatan yang dilakukan adalah
a.Mandi
b.Berpakaian Ihrom
c. Sholat sunah
d.bersama-sama petugas PPIH yang lain menuju Makkah untuk melaksanakan umroh

2.      Pada saat tiba di Makkah
a.      Melaksanakan umroh
b.      Selesai umroh langsung menuju ketempat tugas masing-masing.

3.      Pada saat tiba di tempat tugas (DAKER) 
a.      Mempersiapakan tempat istirahat/kamar dan mengatur barang milik pribadi pada tempatnya
b.      Setelah selesai mengatur barang-barang milik pribadi maka kegiatan selanjutnya adalah :
a.Mempersiapkan tempat kerja ( biasanya sudah ditetapkan), kegiatannya :
1.      Melakukan pembersihan terhadap ruangan, hal tersebut perlu dilakukan karena selama hampir setahun tidak ada yang memakai ruang tersebut, sehingga ruang tersebut kotor dan berdebu.
2.      Setting computer termasuk printernya
3.      Mengatur dan menghitung jumlah formulir untuk pencatatan dan pelaporan (COD, Form pemantauan, dll)
4.      Melakukan pemeriksaan dan uji fungsi alat-alat pemantauan lingkungan seperti suhu dan kelembaban, pH, Chlor, serta meletakkan alat tersebut pada tempat yang aman dan mudah dijangkau pada setiap harinya
5.      Mencoba atau uji program (Excel) system pencatatan dan pelaporan yang dibawa dari Jakarta berfungsi atau tidak. Bila tidak berfungsi segera hubungi petugas yang bertanggung jawab terhadap system tersebut
b.Lakukan pemetaan
1.      Pemetaan ini dilakukan terhadap lokasi pondokan/ maktab/ sector, dan Rumah sakit. Tujuannya adalah untuk mengenal wilayah tersebut secara detail, sehingga apabaila terjadi suatu masalah yang berkaitan dengan SANSUR, petugas dapat segera bertindak cepat menuju sasaran
2.      Lakukan pemantauan terhadap catering dan pemondokan. Pada waktu pemantauan gunakan ceklist yang telah tersedia. Hasil ceklist/observasi lapangan langsung dilakukan analisis secara epidemiologis
3.      Beri tanda khusus pada catering/pondokan yang hasil analisisnya menunjukkan adanya risiko untuk terjadi masalah kesehatan. Khusus untuk pemondokan perlu dilihat luas kamar dan rencana jumlah penghuni, apabila melebihi kapasitas maka untuk mengatasi masalah tersebut dapat disarankan kepada bagian pemondokan . Dengan tanda khusus tersebut, maka petugas secara terus menerus dapat melakukan pengamatan, dan bila terjadi masalah kesehatan maka petugas akan segera dapat mengatasinya  
c.       Bagi petugas yang bekerja di DAKER,
1.Melakukan bimbingan kepada petugas sansur yang ada di Sektor. Bimbingan dalam bentuk system pembuatan pencatatan dan pelaporan ( bentuk laporan, kapan dilaporkan, apa yang dilakukan bila terjadi KLB dan adanya kematian, dll)
2.Lakukan koordinasi dengan bagian ambulans, karena petugas sansur sangat erat kaitannya dengan bagian ambulans, khusunya apabila akan melakukan kunjungan kelapangan/pondokan/rumah sakit
3. Lakukan koordinasi dengan TEMUS yang bertugas di sansur maupun di BPHI

Kegiatan tersebut di atas dilakukan sebelum jemaah haji tiba. Sedangkan kegiatan selanjutnya seperti penyusunan laporan harian, pengisian COD, pelaporan COD, kunjungan ke Rumah Sakit dan sweeping, akan disampaikan kemudian

SELAMAT BERTUGAS DAN SEMOGA MEMPEROLEH HAJI MABRUR
(semoga Allah juga memberikan kesempatan kepada saya dan keluarga untuk dapat datang memenuhi panggilanNya..amiin)

Rabu, 27 Juli 2011

STUDI KASUS

TUGAS :
1. BACA DAN ANALISIS BERITA TERJADINYA KERACUNAN NASI BUNGKUS DI BAWAH INI
2. BUATLAH PROPOSAL UNTUK MELAKUKAN INVESTIGASI KLB TERSEBUT SECARA EPIDEMIOLOGIS (TEMPAT, WAKTU, ORANG) 

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Sebanyak 71 orang warga Ciakar, Desa Sukaratu, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, kerancunan nasi bungkus, Selasa (28/6/2011), malam. Mereka menyantap konsumsi dengan menu nasi ayam yang dibagikan seusai perayaan perpisahan siswa Raudatul Atfal Ciakar, siang harinya.
"Penyebabnya kemungkinan nasi yang sudah basi. Namun, kami belum bisa memastikannya karena juru masaknya pun mengalami keracunan," kata Camat Sukaratu Nanda.
Nanda mengatakan, korban pertama diketahui datang ke Puskesmas Sukaratu pukul 12.00 WIB. Setelah itu, banyak anak-anak usia kurang dari 10 tahun dan orang lanjut usia yang datang dengan keluhan yang sama.
Berdasarkan informasi yang diterima, para korban adalah peserta perayaan p erpisahan RA Ciakar yang memakan nasi bungkus. Gejala keracunan yang dialami seperti pusing, mual, dan muntah.
Akibat kejadian ini, sebanyak 10 orang mengalami dehidrasi berat sehingga harus diberi perawatan intensif dan menghabiskan dua labu cairan infus.
Nanda menjelaskan mereka hingga kini masih mendapatkan p erawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya. Sedangkan 61 orang lainnya hanya me nderita dehidrasi ringan sehingga cukup diberi obat dan minum cairan oralit di Puskesmas Sukaratu.
"Saat ini, tinggal 10 orang yang mengalami dehadrasi berat tengah menjalani perawatan lanjutan. Sisanya sudah diperb olehkan pulang karena kondisi kesehatannya sudah membaik," ujarnya.
Aam Rukhimat, orang tua anak yang mengalami keracunan, mengatakan putranya Gilang Prakarsa (6), pertama kali mengalami muntah-muntah setelah pulang dari perpisahan RA Ciakar, sekitar 12.30 WIB. Ia segera membawa anaknya ke puskesmas. "Sampai di Puskesmas ternyata banyak anak yang sudah diperiksa dengan gejala yang sama," ujarnya.
Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum mengatakan sudah meminta Dinas Kesehatan menurunkan tim khusus untuk menangani hal ini secara intensif. Ia berharap tim khusus bisa meminimalkan jumlah korban keracunan.
"Saya minta dinas kesehatan melakukan perawatan intensif dan mencari korban lain yang mungkin tersebar di tempat lain. Selain itu, pihak kepolisian juga sudah diminta mencari tahu penyebabnya. Jangan sampai hal ini menyebar dan meminta korban lebih banyak," katanya.

MORFOLOGI NYAMUK AEDES AEGYPTI

Nyamuk demam berdarah mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), dari telur – larva ( jentik ) – pupa – hingga imago (dewasa).
1.    Telur
Menurut Agus Kardinan ( 2003 : 2 ) selama bertelur nyamuk betina mampu meletakkan 100 – 400 butir telur. Biasanya, telur – telur tersebut diletakkan di bagian yang berdekatan dengan permukaan air, misalnya di bak yang airnya jernih dan tidak berhubungan langsung dengan tanah.

Telur berukuran kurang lebih 0,5 mm. frekuesnsi nyamuk bertelur sekitar 2 atau 3 hari, lama menetas telur tersebut beberapa saat setelah kena air, hingga dua samapi tiga hari setelah berada di dalam air dan  telur menetas menjadi jentik ( Depkes, 2004 : 5 )

2.    Larva
Pada stadium ini, kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh suhu dan pH air perindukan, makanan, kepadatan larva, kekeruhan serta adanya predator. Adapun cirri – cirri dari larva diantaranya : larva berukuran 0,5 – 1 cm, gerakannya berulang – ulang dari bawah ke permukaan air untuk bernafas kemudian turun kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Mengalami empat masa pertumbuhan ( instar ), diantaranya sebagai berikut :
a.    Larva instar I, kurang lebih 1 hari dengan ukuran 1 – 2 mm, duri – duri pada dada belum jelas dan corong pernapasan pda siphon belum jelas.
b.    Larva instar II, kurang lebih 1 – 2 hari. Berukuran 2,5 – 3,5 mm, duri – duri belum jelas, corng kepala mulai menghitam.
c.    Larva instar III, kurang lebih 2 hari, berukuran 4 – 5 mm, duri – duri dada mulai jelas dan corong pernapsan berwarna coklat kehitaman.
d.    Larva instar IV, kurang lebih 2-3 hari, berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap
Setiap pergantian instar disertai dengan pergantian kulit, terdapat coorng udara pada segmen terakhir. Pada segmen abdomen tidak dijumpai rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat pecten, sepasaang rambut atau tidak dijumpai pada corong udara ( siphon ). Pada aabdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8 -21 atau berjejer 1 – 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada sisi thoraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut kepala.
Di tempat perindukannya, larva Aedes aegypti tampak bergerak aktif, dengan memperlihatkan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar secara berulang-ulang. Pada saat larva mengambil oksigen dari udara, larva menempatkan siphonnya di permukaan air sehingga abdomennya terlihat menggantung pada permukaan air seolah-olah badan larva berada dalam posisi membentuk sudut dengan permukaan air. Larva Aedes aegypti dapat hidup di air ber-pH 5,8 – 8,8 dan tahan terhadap air dengan kadar garam 10 – 59,5 mg/l. larva Aedes aegypti instar IV dalam kurun waktu lebih dari 2 hari berganti kulit dan tumbuh menjadi pupa. (http://kireyellow.blogspot.com/2010/04/aedes-aegypti.html)
Menurut Kestina, 1995 larva nyamuk Aedes aegypti dapat hidup pada suhu 25˚C sampai dengan 35˚C. suhu dapat mempengaruhi perkemabang larva nyamuk, larva tidak dapat berkembang secara normal pada suhu dibawah 10˚C.
3.    Pupa
Menurut Agus Kardinan ( 2003 : 4 ) pupa merupakan stadium akhir calon nyamuk demam berdarah yang ada di dalam air. Bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2 – 5 hari. Selama fase itu,pupa tidak memerlukan makan.

Menurut Depkes ( 2004 : 5 ) pupa memerlukan udara, pada fase ini belum ada perbedaan antara jantan dan betina. Pada umumnya nyamuk jantan menetas terlebih dahulu dari pada nyamuk betina. Setelah melewati fase ini, pupa akan keluar dari kepompong kemudian menjadi nyamuk yang dapat keluar dari air.

4.    Imago (Dewasa)
Menurut Agus Kardinan ( 2003 : 4 ) nyamuk demam berdarah mempunyai lingkaran putih di pergelangan kaki dan bintik – bintik putih di tubuhnya. Di alam, nyamuk berumur 7 – 10 hari. Akan tetapi, di laboratorium dengan kondisi lingkungan yang optimal dan makanan yang cukup, nyamuk tersebut dapat bertahan hidup hingga satu bulan.

Menurut Depkes ( 2004 : 5 – 6 ) jumlah nyamuk jantan dan nyamuk betina yang menetas dari kelompok telur pada umumnya hampir sama banyaknya ( 1 :1 ). Setelah menetas nyamuk tersebut melakukan perkawinan yang biasanya terjadi pada waktu senja. Perkawinan hanya terjadi cukup satu kali, sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap darah. Nyamuk jantan umurnya lebih pendek dibandingkan nyamuk betina (± seminggu ), nyamuk jantan menghisap cairan buah – buahan atau tumbuhan untuk keperluan hidupnya sedangkan nyamuk betina menhisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Jarak terbang nyamuk betina tidak jauh dari tempat perindukannya sedangkan nyamuk betina dapat terbang sejauh 0,5 sampai ± 2 km.
(Disalin dari Sdr Isti Rizky/ Mahasiswa Poltekes Jakarta II